Sunday, August 13, 2017

MAKALAH JARINGAN ULAMA-ULAMA PESANTREN

JARINGAN ULAMA-ULAMA PESANTREN 





Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Mengikuti
Ujian Sekolah (US)/Ujian Nasional (UN)



DI SUSUN OLEH

NUR YASIN
NIS   : 09.1433



JURUSAN AGAMA
MADRASAH ALIYAH NEGERI TOMINI
TAHUN AJARAN 2011/2012



HALAMAN PENGESAHAN

            Karya ilmiah ini diajukan sebagai salah satu persyaratan dalam mengikuti Ujian Sekolah atau Ujian Nasional Tahun ajaran 2011/2012 guna mendapatkan ijazah pada Madrasah Aliyah Negeri Tomini.



Disetujui pada :
Hari                 :          
Tanggal           :




Pembimbing




SLAMET SUPRIHATIN, S.Pd.I
NIP. 19810309 200604 1 019





Mengetahui
Kepala Madrasah Aliyah Negeri Tomini




Drs. JUFRI MASALIHU
NIP. 19680709 199603 1 002


                                                                       
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT, karena dengan taufik dan hidayahnyalah sehingga penulis dapat menyusun karya ilmiah ini. Shalawat serta salam tak lupa penulis haturkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, keluarga serta para sahabat yang setia terhadap ajaran dan sunahnya hingga akhir zaman.
Selanjutnya dalam penyusunan karya tulis ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan-kekurangan yang jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik serta saran yang sifatnya membangun guna kesempurnaan karya ilmiah ini. Sehubungan dengan karya ilmiah ini, penulis menghaturkan banyak terimakasih kepada :
1.      Kedua orang tua yang telah mengasuh dan membesarkan serta membiayai penulis selama dalam pendidikan baik dalam tingkat dasar sampai pada tingkat Madrasah Aliyah Negeri sekarang ini dengan penuh kasih sayang dan pengorbanan.
2.      Bapak Drs. Jufri Masalihu selaku Kepala Madrasah Aliyah Negeri Tomini.
3.      Ibu Slamet Suprihatin, S.Pd.I  selaku pembimbing dalam penulisan karya ilmiah ini.  
4.      Bapak/Ibu dewan guru Madrasah Aliyah Negeri Tomini yang telah mendidik dan mengajarkan ilmu pengetahuan kepada penulis.
5.      Teman-teman yang telah banyak membantu penulis dalam penyusunan karya ilmiah ini.
Dan penulis berharap semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi seluruh lapisan masyarakat umum dan terutama bagi saya sendiri dan semoga apa yang kita perbuat mendapatkan pahala serta ridha Allah SWT. Amin .... !
Sumber Agung, 



Penulis
Nur Yasin
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................................          i
KATA PENGANTAR ..............................................................................................          ii
DAFTAR ISI ..........................................................................................................         iii

BAB I        PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang ............................................................................          1
1.2  Tujuan Penulisan .........................................................................          1

BAB II       PEMBAHASAN
2.1  Jaringan Ulama Intelektual di Era Keemasan .............................          2
2.1.1        Jenis-jenis Pondok Pesantren .........................................          2
2.1.2        Era Keemasan Pesantren ...............................................          3
2.2  Ulama-ulama Intelektual di Era Keemasan ................................          4
2.3  Pemikiran dan Karya Ulama Intelektual .....................................          8

BAB III      PENUTUP
3.1  Kesimpulan ..................................................................................         11
3.2  Saran-saran .................................................................................         12

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................         13





BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Secara singkat penulis dapat mengemukakan hal yang melatar belakangi pengambilan judul ini yaitu rendahnya perhatian yang dicurahkan generasi sekarang untuk mengupas tuntas perihal kontribusi mereka di dalam pengembangan pemikiran Islam. Jadinya dikursus tentang intelektualisme pesantren ibarat garapan yang terlantar.

Dan inilah yang menjadi problem serius mengapa intelektualitas ulama belum bisa tergambarkan, sehingga terasa sulit bagi kalangan masyarakat ataupun pelajar untuk bisa mengerti tentang intelektualisme pesantren secara komperehensif. Oleh karena itu penulis dapat menyimpulkan karya ilmiah yang berjudul “Jaringan Ulama-Ulama Pesantren Intelektual di Era Keemasan”.

1.2  Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan karya ilmiah ini, penulis menyusun tidak lain dimaksudkan untuk memenuhi tugas yang menjadi persyaratan mengikuti (UN/US) sebagai persyaratan kelulusan nanti, dan di samping itu penulis mempunyai tujuan dalam penulisan karya ilmiah ini yaitu :
1.      Untuk melatih diri dalam menyusun sebuah karya ilmiah.
2.      Sebagai persyaratan dalam menempuh ujian nasional.
3.      Lebih mengetahui betapa pentingnya pendidikan.





BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Jaringan Ulama Intelektual Pesantren di Era Keemasan

Sebagai lembaga pendidikan berbasis agama pesantren pada mulanya pusat pengembangan nilai-nilai dan penyiaran agama Islam. Namun dalam perkembangannya, lembaga ini semakin memperlebar wilayah garapannya yang tidak melulu mengakselerasikan mobilitas vertikal (dengan penjajahan materi-materi keagamaan) tetapi juga mobilitas horisontal (kesadaran) sosial. Pesantren kini tidak lagi berkutat pada kurikulum yang berbasis keagamaan (religion-based curiculum) dan cenderung melangit, tetapi juga kurikulum yang menyentuh persoalan keyakinan masyarakat (society-based curriculum). Dengan demikian pesantren tidak bisa lagi didakwa semata-mata sebagai lembaga keagamaan murni, tetapi juga menjadi lembaga sosial yang hidup yang terus merespon carut marut persoalan di masyarakat di sekitarnya.

2.1.1        Jenis-jenis Pondok Pesantren
Pesantren dibedakan menjadi dua yaitu salawiyah dan modern. Dalam pondok pesantren modern kurikulumnya cenderung melangit dari kurikulum sebelumnya karena dimasuki kurikulum umum. Sedangkan dalam pondok pesantren salafiyah, kurikulumnya cenderung menetap seperti asal mula pondok pesantren didirikan, hanya untuk menggembleng nilai-nilai akhlak dan penyiaran agama Islam dan kurikulumnya tidak dimasuki kurikulum umum. 

Dalam pergeseran orientasi semacam ini tidak berarti meraibkan identitas pesantren. Dengan segala keunikannya, melainkan justru semakin mempertegas bahwa pesantren sejak berdirinya adalah lembaga milik masyarakat yang dikembangkan atas swadaya masyarakat itu sendiri. Demikianlah dalam perkembangannya, pesantren semakin menyadari perlunya reintegrasi kehidupan dalam pesantren dengan realitas di luarnya yang dalam masa-masa sebelumnya dua ranah ini demikian bergerak, untuk tidak mengatakan berseberangan.

2.1.2        Era Keemasan Pesantren

Mengikuti hipotesa Steenbrink yang mengatakan bahwa sejak permulaan abad ke-20 telah terjadi perubahan besar dalam pendidikan Islam Indonesia atau pesantren. Perubahan atau lebih tepatnya pergeseran ini, terjadi karena tiga faktor. Pertama, kolonialisme dan pendidikan liberal yang diusung Belanda tentu saja berdampak pada sistem pendidikan pesantren, sebuah lembaga “Pribumi” tertua di tanah air.

Sebagaimana diketahui, pada dasawarsa terakhir abad ke-19, Belanda mulai memperkenalkan sistem pendidikan liberal meskipun pada saat itu, lembaga pendidikan tersebut hanya dibatasi pada kalangan tertentu. Namun dalam perkembangannya utamanya setelah dilaksanakannya ethische politick pada awal abad ke-20, berdirilah lembaga pendidikan  kolonial yang diperuntukkan pada seluruh rakyat, termasuk umat Islam Indonesia tentu saja. Dengan hadirnya lembaga pendidikan tersebut, posisi pesantren semakin terancam.

Meskipun demikian, kecurigaan pesantren terhadap ancaman lembaga pendidikan kolonial tidak selalu berwujud penolakan.

Kedua, orientasi keilmuan pendidikan pesantren tidak seperti pada abad XVI – XVIII. Orientasi keilmuan pesantren abad XX tidak lagi berpusat ke hijaz, melainkan merambah ke timur tengah lainnya, semisal Mesir, Baghdad atau bahkan ke Eropa. Peralihan orientasi pendidikan orang pesantren ini mengindikasikan bahwa hijaz tidak lagi menjadi cita-cita ideal dan pusat kosmik, meminjam istilah Bruinesen, pendidikan pesantren abad ini. Perluasan jaringan intelektual yang tidak saja ke hijaz ini, tetapi juga ke wilayah lainnya, turut mewarnai produk keilmuan pesantren dan diversivikasi literatur yang dihasilkannya. Lahirnya karya-karya intelektual dengan ragam disiplin keilmuan, misalnya menjadi bukti luasnya cakup. Keilmuan pesantren abad ini tidak seperti pada abad sebelumnya dimana intelektual pesantren hanya melahirkan karya-karya tentang akidah, fiqih, dan tasawuf intelektual pesantren abad ini. Di samping tiga disiplin itu telah melahirkan khasanah intelektual yang kaya, meliputi ilmu falak, mantiq, sejarah, kritik sosial, dan semacamnya.

Ketiga, gerakan pembaharuan Islam. Munculnya gerakan pembaharuan Islam di tanah air sebagai pengaruh pembaharuan Islam di belahan dunia lainnya mulai tampak pada awal abad ke-20 ini lagi-lagi menjadikan pesantren sebagai sasaran kritik oleh pembaru yang sok kebarat-baratan ini. Pesantren ditengarai sebagai lembaga pendidikan “kolot” yang hanya mengajarkan keilmuan “langit” dengan melupakan pijakan di bumi sebagai dampak dari situasi ini. Pesantren meresponnya secara beragam, mulai sebagai penolakan konfrontasi hingga kekaguman dan peniruan naif terhadap pola kehidupan barat.

Oleh karena itu, tidak sedikit pesantren yang tetap pada pola lamanya dengan menolak segala hal yang berbau barat. Bertahannya pesantren-pesantren dengan sistem salafi, misalnya dapat dijadikan contoh fenomena ini. Sebaliknya, dipihak lain munculnya sejumlah pesantren dengan label dan simbol-simbol yang tampak modern menjadi contoh lain kuatnya pendidikan barat yang diusung para pembaru bagi dunia pesantren.

2.2  Ulama-ulama Intelektual Pesantren di Era Keemasan

Diantara ulama-ulama intelektual pesantren di era keemasan penulis hanya menuliskan beberapa ulama intelektual pesantren yaitu : K.H Ahmad Minan Zuhri dan K.H Turaihan.
A.     K.H Ahmad Minan Zuhri
a.      Biografi Sosial dan Intelektual

Dapat dikatakan bahwa K.H Ahmad Minan Zuhri adalah satu diantara ulama Kudus yang produktif. Lahir di kerjasan Kudus, 07 Desember 1929 bertepatan dengan 24 Jumad Al-Akhir 1347 H dari pasangan K.H Zuhri  dan Nyai Hj. Mas’anah. Ia adalah cucu dari K.H.R Asnawi dari pernikahannya dengan Hj. Hamdanah, janda syekh Nawawi Banten. Secara genologis, beliau adalah keturunan sunan Kudus dengan rangkaian silsilah sebagai berikut :                      Ahmad Minan Ibn K.H Zuhri Ibn KH. R Asnawi Ibn R. Abdullah Husnin Ibn R. Ayu Shofia binti R. Ayu Ngaten Salamah binti Raden Dipokusumo Ibn Raden Dipoyudo Ibn Raden Dipotaruno Ibn Pangeran Pedamaran Ibn Pangeran Pangaringan Ibn Panembahan Gemiring Ibn Panembahan Palembang Ibn Raden Ja’far Shadiq (dikenal sebagai sunan Kudus).

Minan kecil hidup di tengah keluarga yang mencintai ilmu dan agama dan agama ditengah-tengah keluarga inilah ia mendapatkan kasih sayang yang cukup, di samping pendidikan yang memadai. Pendidikan formalnya dimulai pada usia 8 tahun. Ia belajar di Madrasah Qudsiyah, Madrasah yang didirikan pada tahun 1917 oleh KH. R Asnawi yang bertempat di sebelah barat masjid menara Kudus. Di Madrasah tertua Kudus ini, ia hanya belajar hingga Qism awal setelah melewati jenjang shifr awal dan shifr tsani di bawah bimbingan Raden sarjono, Kiyai Abdurrahman, Kiyai Amanan dan tokoh masyarakat Kudus lainnya. Namun sayang, ia harus meninggalkan Madrasah Qudsiyah pada tahun 1942 karena situasi Kudus saat itu sangat genting dengan datangnya tentara Jepang yang masuk dari Pati. Kekejaman tentara Dai Nippon Jepang membuat penduduk kota Kudus mengungsi ke daerah lain, termasuk keluarga Minan yang mengungsi ke Semarang, tepatnya daerah Kauman.

Di Semarang ia melanjutkan pendidikannya di Madrasah Ibtidaiyah NU  Kauman Pungkuran Semarang dan diterima di kelas 3 (tiga). Di Madrasah ini ia belajar kepada Kiyai Tamyis dan Kiyai Abdurrahman.

Pada tahun 1943, ia memutuskan untuk menuntut ilmu ke Surakarta, tepatnya di Pesantren Mamba’ul Ulum. Agaknya ia menikmati sistem pengajaran di lembaga tersebut. Selama kurang lebih dua setengah tahun belajar, ia memba’ul ulum ia sempat belajar pada KH. Ali Darokah, seorang ulama kharismatik yang bisa diterima oleh semua lapisan masyarakat di Surakarta. Ia juga belajar kepada KH. Abu Su’ud, Kiyai Ma’ruf dan Kiyai Tibrizi, khusus pendalaman Alfiyah Ibn Malik. Ia belajar secara Intensif pada Kiyai Tibrizi dan Kiyai Masyhud yang saat itu membuka pengajian di daerah Keprabon Wetan. Di pesantren Mamba’ul Ulum ini, ia juga berjumpa dengan munawir sadzali mantan menteri agama RI yang saat itu belajar di sana.

b.      Peran Sosial Kemasyarakatan

Pada tahun 1945 beberapa bulan sepulangnya ke Kudus pasca belajar dari pesantren Mamba’ul Ulum Surakarta, ia berkesempatan mengunjungi kedua orang tuanya di Semarang. Pada saat itu, ia diminta mengajar di Madrasah Al-Khairiyah Bulu Semarang. Inilah pengalaman pertama dalam mengabdi pada umat. Namun, tugas ini tidak berlangsung lama, sebab ia merasa bekal ilmunya belum memadai. Akhirnya ia kembali ke Kudus dan belajar langsung pada kakeknya, KH. R Asnawi. Disela-sela kesibukannya menggali ilmu agama dari kakeknya, ia juga mengamalkan ilmunya dengan membantu mengajar para santri dalam beberapa kali mengisi pengajian di tengah masyarakat, terutama setelah ia menikah.

Ketokohan kakeknya di NU, sebagai salah satu pendirinya, membuat Ahmad Minan juga banyak terlibat dalam organisasi keumatan terbesar di Indonesia ini. Berkali-kali ia mengiringi kakeknya menghadiri acara-acara besar. Ini membuat Ahmad Minan banyak di kenal ulama NU terutama di Kota Kudus. Pada tahun 1952, tepatnya seteluh NU keluar dari Masyumi dan memutuskan membentuk partai sendiri (Noer, 2000), ia diminta kalangan politisi NU Kudus untuk duduk dalam personalia kepengurusan partai NU cabang Kudus. Inilah awal keterlibatannya dalam kanca politik.

Pada pemilu 1955, partai NU mampu meraup suara yang cukup besar. Banyak ulama NU yang duduk di DPR dan DPRD, termasuk KH. Ahmad Minan Zuhri, tepatnya pada tahun 1959. Ia resmi duduk sebagai anggota DPRD Kudus mewakili partai NU, dan inilah puncak karir politiknya.

B.      K.H  Turaihan
a.      Biografi Sosial dan Intelektual

Diantara ulama kharismatik yang hidup di awal abad XX adalah Al-Maghsurlah KH. Turaihan Adjhuri Al-Syarafi yang akrab dipanggil mbah Tur. Ia tergolong keturunan Syekh Ja’far Shadiq atau keturunan sunan Kudus, meskipun secara pribadi keluarga KH. Turaihan keberatan dengan validitas jalinan nasab dengan sunan Kudus. Namun banyak kalangan-kalangan yang meyakini bahwa KH. Turaihan masih mempunyai keterkaitan  genologis dengan sunan Kudus. Pihak keluarga lebih condong menyebut bahwa mbah KH. Turaihan lebih dekat keturunan dari KH. Mutamakin tokoh sosial ideologis dari Serat Cibolek asan Kajen.

KH. Turaihan dikenal sebagai pakar ilmu falak atau astronomi. Selain itu ia juga dikenal sebagai tokoh yang terkenal teguh memegang prinsip dan aqidah. Beliau lahir di Kudus pada tanggal 22 Rabiul Akhir 1334 H bertepatan dengan 10 Maret 1915 M. Ayahnya bernama KH. Adjhuri dan Ibunya bernama Nyai Dewi Sukainah.
b.      Peran Sosial Kemasyarakatan dan Perjuangannya

Dalam dunia pendidikan, dedikasi mbah Tur yang dipersembahkan bagi generasi penerus bangsa dan agama sangatlah besar kapasitas keilmuannya juga sulit dicari padanan dan gantinya. Pasalnya, ketika berumur 14 tahun ia sudah mampu mengajar di Madrasah TBS Kudus khususnya dalam bidang ilmu falak dan faraidh hingga kini. Ulama kudus belum merasa belum menemukan pengganti beliau. Selain mengajar di Madrasah TBS, ia juga membuka kitab kuning dirumahnya sehari-hari. Ia sibuk memberikan pengajaran dan pengajian di masjid dan majelis pengajian di Kota Kudus Lainnya.

Dalam bulan-bulan tertentu seperti bulan sya’ban, ramadhan, ia mengajar kitab-kitab tertentu. Misalnya pada bulan sya’ban ia mengajar kitab-kitab yang diajarkan di TBS. Lain halnya di bulan ramadhan ia mengajarkan kitab-kitab tertentu seperti Adzkiya, Isyadu’ al Ibad dan Hikam yang digunakan sebagai dzikir tetap pada bulan ramadhan. Namun, pada waktu senjanya, ia selalu mengajarkan kitab tentang aqidah teologi mulai dari kecil seperti tuhfa al-mud sampai besar seperti Al-Dasuqi (syarah Umm Al Barahim).

2.3  Pemikiran dan Karyanya Ulama Intelektual
A.     Karya dan Pemikiran KH. Ahmad Minan Zuhri
KH. Ahmad Minan Zuhri terhitung ulama yang produktif melahirkan karya. Meskipun hampir semua karyanya ditunjukkan untuk masyarakat awam dan santri pemula, namun semua itu tidak mengurangi keluasan cakrawala berfikirnya. Karya-karyanya diterbitkan oleh penerbit Menara Kudus, penerbit Al-Mukhtar Magelang, Pesantren Raudhatul Thalibin Benden Kudus, Yayasan Asnawiyah Kudus, dan diterbitkan sendiri.

Menurut pengakuannya, ia mulai menulis sejak tahun 1958. Ketika itu ia mulai menulis sebuah risalah dalam ilmu Tajwid yang berjudul “Tajwid Jawan Kanggo Madrasah Ibtidaiyah (Tajwid Dalam Bahasa Jawa Untuk Madrasah Ibtidaiyah)”. Risalah berbahasa jawa ini membicarakan dasar-dasar ilmu Tajwid yang diperuntukkan pada murid Madrasah Ibtidaiyah dan santri pemula. Risalah ini diterbitkan oleh pondok pesantren Raudatul Thalibin pada bulan Juni 1960.

Selain ilmu Tajwid, persoalan syariat atau fiqih tidak luput dari perhatiannya. Menurut KH. Ahmad Minan Zuhri setiap orang Islam, baik laki-laki ataupun perempuan, wajib menjalankan syariat Islam yaitu syariat yang dititahkan Nabi Muhammad SAW yang meliputi empat (4) hal :
(Pertama) Ibadah : persoalan hukum yang menyangkut hubungan vertikal dengan Allah SWT.
(Kedua) Muamalah : persoalan hukum yang menjelaskan cara melakukan hubungan horizontal antar sesama manusia yang meliputi masalah transaksi jual beli, hukum pinjam-meminjam,  dan semacamnya.
(Ketiga) Munakahah : persoalan hukum yang menjelaskan tata cara mengelola kehidupan rumah tangga yang meliputi persoalan kewajiban orang tua terhadap anak dan kewajiban anak kepada orang tua, mekanisme pernikahan, dan sebagainya, dan
(Keempat) Jinayah : persoalan hukum yang menjelaskan mekanisme sanksi terhadap pelanggaran yang dilakukan manusia seperti sanksi berjudi, berzina, mencuri, dan sebagainya.

B.      Pemikiran dan Karyanya KH. Turaihan

Dalam hal karyanya, sumbangannya yang paling besar bagi umat adalah penerbitan Al Manak Menara Kudus. Setiap tahunnya sampai ia wafat Al Manak Menara Kudus ini adalah Trade Mark yang menjadi bukti kemampuannya dalam ilmu falak. Bahkan sebelum wafat, beliau telah membuat Al Manak dua ratus tahun kedepan atau dua abad. Setelah beliau wafat, Al Manak yang beliau buat terus diterbitkan setiap tahunnya oleh penerbit Menara Kudus. Beliau juga telah membimbing muridnya untuk membuat Hisab’Urfi Hijriyah dari tahun 0 sampai tahun 4299 H. yang berarti telah membuat hisab’Urfi untuk dua ribu lima ratus tahun kedepan.

Berbicara tentang ilmu falak Indonesia, tidak sah tanpa menyebutkan nama KH. Turaihan. Namanya sering dikutip oleh media massa, baik lokal maupun internasional, tatkala ada perbedaan penentuan hari raya antara pemerintah dan Tim Lajnah falak NU yang beliau pimpin. Bahkan, beliau pernah dipanggil oleh KODIM berkaitan dengan pendapat beliau yang berbeda dengan pemerintah tentang jatuhnya idul fitri.

Dalam karya tulis, KH. Turaihan hanya menyusun sebuah kitab yang berjudul jadwal fara’id. Kitab ini menurut banyak kalangan memiliki kelebihan dalam kepraktisan dan kemudahan penggunaannya. Untuk ilmu falak, KH. Turaihan tidak menuangkan buah pikirannya dalam bentuk buku. Namun di bawah bimbingannya telah lahir ilmuan ahli falak yang sangat mempuni, seperti Kiyai Abu Saiful Mujab Nur Ahmad Ibn Shadiq Ibn Siryani, Ahmad Rafiq Chadziq, Sirril Wafa (salah seorang putranya).

Pada tahun 1985, KH. Turaihan mendorong salah satu muridnya yaitu Kiyai Abu Saiful Mujab Nur Ahmad Ibn Shadiq Ibn Siryani untuk mengkondisikasikan semua ilmu falak yang telah beliau ajarkan kepadanya dalam bentuk sebuah karya yang sesuai dengan perkembangan zaman modern. Akhirnya pada tahun 1986 lewat tangan murid-muridnya terbitlah buku-buku diktat pengajaran ilmu falak. Buku-buku yang diktat itu diperiksa langsung oleh KH. Turaihan setelah sebelumnya diperiksa dan di tashih oleh ustadz Ahmad Rofiq yang juga murid KH. Turaihan. Melihat terbitnya buku-buku itu, KH. Turaihan merasa lega karena beliau tidak perlu lagi menulis karya dalam ilmu falak sebab tulisan muridnya yang merangkum semua yang telah diajarkan sudah dirasa cukup.
BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan

Dari penjelasan di atas penulis dapat mengambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1.      Jaringan Ulama-ulama Intelektual Pesantren di Era Keemasan.
Yaitu sebagai lembaga pendidikan berbasis agama, pesantren sebagai pusat pengembangan nilai-nilai akhlak dan penyiaran agama.

Namun dalam pengembangannya lembaga ini semakin memperlebar wilayah garapannya yang tidak melulu mengakselerasikan mobilitas vertikal tetapi juga mobilitas horisontal

2.      Jenis-jenis Pondok Pesantren
a.      Pesantren salafi
b.      Pesantren modern

3.      Era Keemasan
Terjadinya era keemasan dikarenakan tiga faktor :
a.      Kolonialisme
b.      Orientasi keilmuan pendidikan pesantren
c.       Gerakan pembaruan

4.      Ulama-ulama Intelektual Pesantren di Era Keemasan
a.      KH. Ahmad Minan Zuhri
b.      KH. Turaihan



3.2  Saran-saran

Kepada para orang tua diharapkan agar mendaftarkan anak-anaknya ke Pondok Pesantren. Di dalam pesantren anak-anak akan dibina dan dididik akhlakul qarimah dan kedisiplinan. Sebelum anak-anak Ibu salah bergaul di dalam lingkungan masyarakat. Dan kalau bukan anak-anak Bapak Ibu sebagai generasi muda sekarang yang belajar di Pesantren, maka siapa yang akan menggantikan ulama-ulama intelektual Indonesia kedepan. Karena tahun-ketahun ulama-ulama tidak semakin banyak melainkan berkurang sedikit demi sedikit.





















DAFTAR PUSTAKA

-          Ahmad Minan Zuhri. Al Ta’bir Fi’ilm Al Tafsir (Kudus : Yayasan Asnawiyyah 1982).
-          Kitab Pelajaran Ilmu Fiqih (Kudus Yayasan Asnawiyyah).
-          Abu Saif Al Mujab Siryani, Nur Al-Anwar (Kudus : Madrasah TBS 1986).
-          Abu, Syawarik Al-Anwar (Kudus : Madrasah TBS, 1986).

-          KH. Turaihan, Jadwal Fara’id (Kudus : Menara Kudus). 

No comments:

Post a Comment

Featured Post

Pekan yang sangat penting untuk berpuasa di Bulan Muharram

Pekan yang sangat penting untuk berpuasa di Bulan Muharram 👇🏻👇🏻👇🏻👇🏻👇🏻👇🏻👇🏻👇🏻 الخميس 8 ترفع الاعمال Kamis, 8 Muharram /28 S...