JARINGAN ULAMA-ULAMA PESANTREN
Diajukan Sebagai Salah
Satu Persyaratan Untuk Mengikuti
Ujian Sekolah (US)/Ujian
Nasional (UN)
DI SUSUN OLEH
NUR YASIN
NIS : 09.1433
JURUSAN AGAMA
MADRASAH ALIYAH NEGERI
TOMINI
TAHUN AJARAN 2011/2012
HALAMAN
PENGESAHAN
Karya ilmiah ini diajukan sebagai salah
satu persyaratan dalam mengikuti Ujian Sekolah atau Ujian Nasional Tahun ajaran
2011/2012 guna mendapatkan ijazah pada Madrasah Aliyah Negeri Tomini.
Disetujui pada :
Hari :
Tanggal :
Pembimbing
SLAMET SUPRIHATIN, S.Pd.I
NIP. 19810309 200604 1 019
|
|
|
Mengetahui
Kepala Madrasah Aliyah Negeri Tomini
Drs. JUFRI MASALIHU
NIP. 19680709 199603 1 002
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT, karena
dengan taufik dan hidayahnyalah sehingga penulis dapat menyusun karya ilmiah ini.
Shalawat serta salam tak lupa penulis haturkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW, keluarga serta para sahabat yang setia terhadap ajaran dan
sunahnya hingga akhir zaman.
Selanjutnya dalam penyusunan karya tulis ini, penulis
menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan-kekurangan yang jauh dari kesempurnaan.
Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik serta saran yang sifatnya
membangun guna kesempurnaan karya ilmiah ini. Sehubungan dengan karya ilmiah
ini, penulis menghaturkan banyak terimakasih kepada :
1. Kedua orang tua yang telah mengasuh
dan membesarkan serta membiayai penulis selama dalam pendidikan baik dalam
tingkat dasar sampai pada tingkat Madrasah Aliyah Negeri sekarang ini dengan
penuh kasih sayang dan pengorbanan.
2. Bapak Drs. Jufri Masalihu selaku
Kepala Madrasah Aliyah Negeri Tomini.
3. Ibu Slamet Suprihatin, S.Pd.I selaku pembimbing dalam penulisan karya ilmiah
ini.
4. Bapak/Ibu dewan guru Madrasah Aliyah
Negeri Tomini yang telah mendidik dan mengajarkan ilmu pengetahuan kepada
penulis.
5. Teman-teman yang telah banyak membantu
penulis dalam penyusunan karya ilmiah ini.
Dan penulis berharap semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi seluruh
lapisan masyarakat umum dan terutama bagi saya sendiri dan semoga apa yang kita
perbuat mendapatkan pahala serta ridha Allah SWT. Amin .... !
Sumber Agung,
Penulis
Nur Yasin
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................... i
KATA PENGANTAR .............................................................................................. ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2 Tujuan Penulisan ......................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Jaringan Ulama Intelektual di Era
Keemasan ............................. 2
2.1.1
Jenis-jenis
Pondok Pesantren ......................................... 2
2.1.2
Era
Keemasan Pesantren ............................................... 3
2.2 Ulama-ulama Intelektual di Era
Keemasan ................................ 4
2.3 Pemikiran dan Karya Ulama Intelektual
..................................... 8
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan .................................................................................. 11
3.2 Saran-saran ................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 13
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Secara
singkat penulis dapat mengemukakan hal yang melatar belakangi pengambilan judul
ini yaitu rendahnya perhatian yang dicurahkan generasi sekarang untuk mengupas
tuntas perihal kontribusi mereka di dalam pengembangan pemikiran Islam. Jadinya
dikursus tentang intelektualisme pesantren ibarat garapan yang terlantar.
Dan inilah
yang menjadi problem serius mengapa intelektualitas ulama belum bisa
tergambarkan, sehingga terasa sulit bagi kalangan masyarakat ataupun pelajar untuk
bisa mengerti tentang intelektualisme pesantren secara komperehensif. Oleh
karena itu penulis dapat menyimpulkan karya ilmiah yang berjudul “Jaringan
Ulama-Ulama Pesantren Intelektual di Era Keemasan”.
1.2 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan karya ilmiah ini, penulis menyusun tidak lain
dimaksudkan untuk memenuhi tugas yang menjadi persyaratan mengikuti (UN/US)
sebagai persyaratan kelulusan nanti, dan di samping itu penulis mempunyai
tujuan dalam penulisan karya ilmiah ini yaitu :
1.
Untuk
melatih diri dalam menyusun sebuah karya ilmiah.
2.
Sebagai
persyaratan dalam menempuh ujian nasional.
3.
Lebih
mengetahui betapa pentingnya pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Jaringan Ulama Intelektual Pesantren
di Era Keemasan
Sebagai lembaga pendidikan berbasis agama pesantren pada
mulanya pusat pengembangan nilai-nilai dan penyiaran agama Islam. Namun dalam
perkembangannya, lembaga ini semakin memperlebar wilayah garapannya yang tidak
melulu mengakselerasikan mobilitas vertikal (dengan penjajahan materi-materi
keagamaan) tetapi juga mobilitas horisontal (kesadaran) sosial. Pesantren kini
tidak lagi berkutat pada kurikulum yang berbasis keagamaan (religion-based
curiculum) dan cenderung melangit, tetapi juga kurikulum yang menyentuh persoalan
keyakinan masyarakat (society-based curriculum). Dengan demikian pesantren
tidak bisa lagi didakwa semata-mata sebagai lembaga keagamaan murni, tetapi
juga menjadi lembaga sosial yang hidup yang terus merespon carut marut
persoalan di masyarakat di sekitarnya.
2.1.1
Jenis-jenis Pondok Pesantren
Pesantren
dibedakan menjadi dua yaitu salawiyah dan modern. Dalam pondok pesantren modern
kurikulumnya cenderung melangit dari kurikulum sebelumnya karena dimasuki
kurikulum umum. Sedangkan dalam pondok pesantren salafiyah, kurikulumnya
cenderung menetap seperti asal mula pondok pesantren didirikan, hanya untuk
menggembleng nilai-nilai akhlak dan penyiaran agama Islam dan kurikulumnya
tidak dimasuki kurikulum umum.
Dalam
pergeseran orientasi semacam ini tidak berarti meraibkan identitas pesantren.
Dengan segala keunikannya, melainkan justru semakin mempertegas bahwa pesantren
sejak berdirinya adalah lembaga milik masyarakat yang dikembangkan atas swadaya
masyarakat itu sendiri. Demikianlah dalam perkembangannya, pesantren semakin
menyadari perlunya reintegrasi kehidupan dalam pesantren dengan realitas di
luarnya yang dalam masa-masa sebelumnya dua ranah ini demikian bergerak, untuk
tidak mengatakan berseberangan.
2.1.2
Era Keemasan Pesantren
Mengikuti
hipotesa Steenbrink yang mengatakan bahwa sejak permulaan abad ke-20 telah
terjadi perubahan besar dalam pendidikan Islam Indonesia atau pesantren.
Perubahan atau lebih tepatnya pergeseran ini, terjadi karena tiga faktor. Pertama,
kolonialisme dan pendidikan liberal yang diusung Belanda tentu saja berdampak
pada sistem pendidikan pesantren, sebuah lembaga “Pribumi” tertua di tanah air.
Sebagaimana
diketahui, pada dasawarsa terakhir abad ke-19, Belanda mulai memperkenalkan sistem
pendidikan liberal meskipun pada saat itu, lembaga pendidikan tersebut hanya
dibatasi pada kalangan tertentu. Namun dalam perkembangannya utamanya setelah
dilaksanakannya ethische politick pada awal abad ke-20, berdirilah lembaga
pendidikan kolonial yang diperuntukkan
pada seluruh rakyat, termasuk umat Islam Indonesia tentu saja. Dengan hadirnya
lembaga pendidikan tersebut, posisi pesantren semakin terancam.
Meskipun
demikian, kecurigaan pesantren terhadap ancaman lembaga pendidikan kolonial
tidak selalu berwujud penolakan.
Kedua,
orientasi keilmuan pendidikan pesantren tidak seperti pada abad XVI – XVIII.
Orientasi keilmuan pesantren abad XX tidak lagi berpusat ke hijaz, melainkan
merambah ke timur tengah lainnya, semisal Mesir, Baghdad atau bahkan ke Eropa.
Peralihan orientasi pendidikan orang pesantren ini mengindikasikan bahwa hijaz
tidak lagi menjadi cita-cita ideal dan pusat kosmik, meminjam istilah
Bruinesen, pendidikan pesantren abad ini. Perluasan jaringan intelektual yang
tidak saja ke hijaz ini, tetapi juga ke wilayah lainnya, turut mewarnai produk
keilmuan pesantren dan diversivikasi literatur yang dihasilkannya. Lahirnya
karya-karya intelektual dengan ragam disiplin keilmuan, misalnya menjadi bukti
luasnya cakup. Keilmuan pesantren abad ini tidak seperti pada abad sebelumnya
dimana intelektual pesantren hanya melahirkan karya-karya tentang akidah,
fiqih, dan tasawuf intelektual pesantren abad ini. Di samping tiga disiplin itu
telah melahirkan khasanah intelektual yang kaya, meliputi ilmu falak, mantiq,
sejarah, kritik sosial, dan semacamnya.
Ketiga,
gerakan pembaharuan Islam. Munculnya gerakan pembaharuan Islam di tanah air
sebagai pengaruh pembaharuan Islam di belahan dunia lainnya mulai tampak pada
awal abad ke-20 ini lagi-lagi menjadikan pesantren sebagai sasaran kritik oleh
pembaru yang sok kebarat-baratan ini. Pesantren ditengarai sebagai lembaga
pendidikan “kolot” yang hanya mengajarkan keilmuan “langit” dengan melupakan
pijakan di bumi sebagai dampak dari situasi ini. Pesantren meresponnya secara
beragam, mulai sebagai penolakan konfrontasi hingga kekaguman dan peniruan naif
terhadap pola kehidupan barat.
Oleh karena
itu, tidak sedikit pesantren yang tetap pada pola lamanya dengan menolak segala
hal yang berbau barat. Bertahannya pesantren-pesantren dengan sistem salafi,
misalnya dapat dijadikan contoh fenomena ini. Sebaliknya, dipihak lain
munculnya sejumlah pesantren dengan label dan simbol-simbol yang tampak modern
menjadi contoh lain kuatnya pendidikan barat yang diusung para pembaru bagi
dunia pesantren.
2.2 Ulama-ulama Intelektual Pesantren di
Era Keemasan
Diantara ulama-ulama intelektual pesantren di era keemasan
penulis hanya menuliskan beberapa ulama intelektual pesantren yaitu : K.H Ahmad
Minan Zuhri dan K.H Turaihan.
A. K.H Ahmad Minan Zuhri
a.
Biografi Sosial dan Intelektual
Dapat
dikatakan bahwa K.H Ahmad Minan Zuhri adalah satu diantara ulama Kudus yang
produktif. Lahir di kerjasan Kudus, 07 Desember 1929 bertepatan dengan 24 Jumad
Al-Akhir 1347 H dari pasangan K.H Zuhri
dan Nyai Hj. Mas’anah. Ia adalah cucu dari K.H.R Asnawi dari
pernikahannya dengan Hj. Hamdanah, janda syekh Nawawi Banten. Secara genologis,
beliau adalah keturunan sunan Kudus dengan rangkaian silsilah sebagai berikut
: Ahmad Minan Ibn
K.H Zuhri Ibn KH. R Asnawi Ibn R. Abdullah Husnin Ibn R. Ayu Shofia binti R.
Ayu Ngaten Salamah binti Raden Dipokusumo Ibn Raden Dipoyudo Ibn Raden
Dipotaruno Ibn Pangeran Pedamaran Ibn Pangeran Pangaringan Ibn Panembahan
Gemiring Ibn Panembahan Palembang Ibn Raden Ja’far Shadiq (dikenal sebagai
sunan Kudus).
Minan kecil
hidup di tengah keluarga yang mencintai ilmu dan agama dan agama
ditengah-tengah keluarga inilah ia mendapatkan kasih sayang yang cukup, di
samping pendidikan yang memadai. Pendidikan formalnya dimulai pada usia 8
tahun. Ia belajar di Madrasah Qudsiyah, Madrasah yang didirikan pada tahun 1917
oleh KH. R Asnawi yang bertempat di sebelah barat masjid menara Kudus. Di
Madrasah tertua Kudus ini, ia hanya belajar hingga Qism awal setelah melewati
jenjang shifr awal dan shifr tsani di bawah bimbingan Raden sarjono, Kiyai
Abdurrahman, Kiyai Amanan dan tokoh masyarakat Kudus lainnya. Namun sayang, ia
harus meninggalkan Madrasah Qudsiyah pada tahun 1942 karena situasi Kudus saat
itu sangat genting dengan datangnya tentara Jepang yang masuk dari Pati.
Kekejaman tentara Dai Nippon Jepang membuat penduduk kota Kudus mengungsi ke
daerah lain, termasuk keluarga Minan yang mengungsi ke Semarang, tepatnya
daerah Kauman.
Di Semarang
ia melanjutkan pendidikannya di Madrasah Ibtidaiyah NU Kauman Pungkuran Semarang dan diterima di
kelas 3 (tiga). Di Madrasah ini ia belajar kepada Kiyai Tamyis dan Kiyai
Abdurrahman.
Pada tahun
1943, ia memutuskan untuk menuntut ilmu ke Surakarta, tepatnya di Pesantren
Mamba’ul Ulum. Agaknya ia menikmati sistem pengajaran di lembaga tersebut.
Selama kurang lebih dua setengah tahun belajar, ia memba’ul ulum ia sempat
belajar pada KH. Ali Darokah, seorang ulama kharismatik yang bisa diterima oleh
semua lapisan masyarakat di Surakarta. Ia juga belajar kepada KH. Abu Su’ud,
Kiyai Ma’ruf dan Kiyai Tibrizi, khusus pendalaman Alfiyah Ibn Malik. Ia belajar
secara Intensif pada Kiyai Tibrizi dan Kiyai Masyhud yang saat itu membuka
pengajian di daerah Keprabon Wetan. Di pesantren Mamba’ul Ulum ini, ia juga
berjumpa dengan munawir sadzali mantan menteri agama RI yang saat itu belajar
di sana.
b.
Peran Sosial Kemasyarakatan
Pada tahun
1945 beberapa bulan sepulangnya ke Kudus pasca belajar dari pesantren Mamba’ul
Ulum Surakarta, ia berkesempatan mengunjungi kedua orang tuanya di Semarang.
Pada saat itu, ia diminta mengajar di Madrasah Al-Khairiyah Bulu Semarang. Inilah
pengalaman pertama dalam mengabdi pada umat. Namun, tugas ini tidak berlangsung
lama, sebab ia merasa bekal ilmunya belum memadai. Akhirnya ia kembali ke Kudus
dan belajar langsung pada kakeknya, KH. R Asnawi. Disela-sela kesibukannya
menggali ilmu agama dari kakeknya, ia juga mengamalkan ilmunya dengan membantu
mengajar para santri dalam beberapa kali mengisi pengajian di tengah masyarakat,
terutama setelah ia menikah.
Ketokohan
kakeknya di NU, sebagai salah satu pendirinya, membuat Ahmad Minan juga banyak
terlibat dalam organisasi keumatan terbesar di Indonesia ini. Berkali-kali ia
mengiringi kakeknya menghadiri acara-acara besar. Ini membuat Ahmad Minan
banyak di kenal ulama NU terutama di Kota Kudus. Pada tahun 1952, tepatnya
seteluh NU keluar dari Masyumi dan memutuskan membentuk partai sendiri (Noer,
2000), ia diminta kalangan politisi NU Kudus untuk duduk dalam personalia kepengurusan
partai NU cabang Kudus. Inilah awal keterlibatannya dalam kanca politik.
Pada pemilu
1955, partai NU mampu meraup suara yang cukup besar. Banyak ulama NU yang duduk
di DPR dan DPRD, termasuk KH. Ahmad Minan Zuhri, tepatnya pada tahun 1959. Ia
resmi duduk sebagai anggota DPRD Kudus mewakili partai NU, dan inilah puncak
karir politiknya.
B. K.H
Turaihan
a.
Biografi Sosial dan Intelektual
Diantara
ulama kharismatik yang hidup di awal abad XX adalah Al-Maghsurlah KH. Turaihan
Adjhuri Al-Syarafi yang akrab dipanggil mbah Tur. Ia tergolong keturunan Syekh
Ja’far Shadiq atau keturunan sunan Kudus, meskipun secara pribadi keluarga KH.
Turaihan keberatan dengan validitas jalinan nasab dengan sunan Kudus. Namun
banyak kalangan-kalangan yang meyakini bahwa KH. Turaihan masih mempunyai
keterkaitan genologis dengan sunan Kudus.
Pihak keluarga lebih condong menyebut bahwa mbah KH. Turaihan lebih dekat
keturunan dari KH. Mutamakin tokoh sosial ideologis dari Serat Cibolek asan
Kajen.
KH. Turaihan
dikenal sebagai pakar ilmu falak atau astronomi. Selain itu ia juga dikenal
sebagai tokoh yang terkenal teguh memegang prinsip dan aqidah. Beliau lahir di
Kudus pada tanggal 22 Rabiul Akhir 1334 H bertepatan dengan 10 Maret 1915 M.
Ayahnya bernama KH. Adjhuri dan Ibunya bernama Nyai Dewi Sukainah.
b.
Peran Sosial Kemasyarakatan dan Perjuangannya
Dalam dunia
pendidikan, dedikasi mbah Tur yang dipersembahkan bagi generasi penerus bangsa
dan agama sangatlah besar kapasitas keilmuannya juga sulit dicari padanan dan
gantinya. Pasalnya, ketika berumur 14 tahun ia sudah mampu mengajar di Madrasah
TBS Kudus khususnya dalam bidang ilmu falak dan faraidh hingga kini. Ulama
kudus belum merasa belum menemukan pengganti beliau. Selain mengajar di
Madrasah TBS, ia juga membuka kitab kuning dirumahnya sehari-hari. Ia sibuk
memberikan pengajaran dan pengajian di masjid dan majelis pengajian di Kota
Kudus Lainnya.
Dalam
bulan-bulan tertentu seperti bulan sya’ban, ramadhan, ia mengajar kitab-kitab
tertentu. Misalnya pada bulan sya’ban ia mengajar kitab-kitab yang diajarkan di
TBS. Lain halnya di bulan ramadhan ia mengajarkan kitab-kitab tertentu seperti
Adzkiya, Isyadu’ al Ibad dan Hikam yang digunakan sebagai dzikir tetap pada
bulan ramadhan. Namun, pada waktu senjanya, ia selalu mengajarkan kitab tentang
aqidah teologi mulai dari kecil seperti tuhfa al-mud sampai besar seperti
Al-Dasuqi (syarah Umm Al Barahim).
2.3 Pemikiran dan Karyanya Ulama
Intelektual
A.
Karya dan Pemikiran KH. Ahmad Minan Zuhri
KH. Ahmad
Minan Zuhri terhitung ulama yang produktif melahirkan karya. Meskipun hampir
semua karyanya ditunjukkan untuk masyarakat awam dan santri pemula, namun semua
itu tidak mengurangi keluasan cakrawala berfikirnya. Karya-karyanya diterbitkan
oleh penerbit Menara Kudus, penerbit Al-Mukhtar Magelang, Pesantren Raudhatul
Thalibin Benden Kudus, Yayasan Asnawiyah Kudus, dan diterbitkan sendiri.
Menurut
pengakuannya, ia mulai menulis sejak tahun 1958. Ketika itu ia mulai menulis
sebuah risalah dalam ilmu Tajwid yang berjudul “Tajwid Jawan Kanggo Madrasah
Ibtidaiyah (Tajwid Dalam Bahasa Jawa Untuk Madrasah Ibtidaiyah)”. Risalah
berbahasa jawa ini membicarakan dasar-dasar ilmu Tajwid yang diperuntukkan pada
murid Madrasah Ibtidaiyah dan santri pemula. Risalah ini diterbitkan oleh
pondok pesantren Raudatul Thalibin pada bulan Juni 1960.
Selain ilmu
Tajwid, persoalan syariat atau fiqih tidak luput dari perhatiannya. Menurut KH.
Ahmad Minan Zuhri setiap orang Islam, baik laki-laki ataupun perempuan, wajib
menjalankan syariat Islam yaitu syariat yang dititahkan Nabi Muhammad SAW yang
meliputi empat (4) hal :
(Pertama) Ibadah : persoalan hukum
yang menyangkut hubungan vertikal dengan Allah SWT.
(Kedua) Muamalah : persoalan hukum
yang menjelaskan cara melakukan hubungan horizontal antar sesama manusia yang
meliputi masalah transaksi jual beli, hukum pinjam-meminjam, dan semacamnya.
(Ketiga) Munakahah : persoalan hukum
yang menjelaskan tata cara mengelola kehidupan rumah tangga yang meliputi
persoalan kewajiban orang tua terhadap anak dan kewajiban anak kepada orang
tua, mekanisme pernikahan, dan sebagainya, dan
(Keempat) Jinayah : persoalan hukum yang
menjelaskan mekanisme sanksi terhadap pelanggaran yang dilakukan manusia
seperti sanksi berjudi, berzina, mencuri, dan sebagainya.
B.
Pemikiran dan Karyanya KH. Turaihan
Dalam hal
karyanya, sumbangannya yang paling besar bagi umat adalah penerbitan Al Manak
Menara Kudus. Setiap tahunnya sampai ia wafat Al Manak Menara Kudus ini adalah
Trade Mark yang menjadi bukti kemampuannya dalam ilmu falak. Bahkan sebelum
wafat, beliau telah membuat Al Manak dua ratus tahun kedepan atau dua abad.
Setelah beliau wafat, Al Manak yang beliau buat terus diterbitkan setiap
tahunnya oleh penerbit Menara Kudus. Beliau juga telah membimbing muridnya
untuk membuat Hisab’Urfi Hijriyah dari tahun 0 sampai tahun 4299 H. yang
berarti telah membuat hisab’Urfi untuk dua ribu lima ratus tahun kedepan.
Berbicara
tentang ilmu falak Indonesia, tidak sah tanpa menyebutkan nama KH. Turaihan.
Namanya sering dikutip oleh media massa, baik lokal maupun internasional,
tatkala ada perbedaan penentuan hari raya antara pemerintah dan Tim Lajnah falak
NU yang beliau pimpin. Bahkan, beliau pernah dipanggil oleh KODIM berkaitan
dengan pendapat beliau yang berbeda dengan pemerintah tentang jatuhnya idul
fitri.
Dalam karya
tulis, KH. Turaihan hanya menyusun sebuah kitab yang berjudul jadwal fara’id.
Kitab ini menurut banyak kalangan memiliki kelebihan dalam kepraktisan dan
kemudahan penggunaannya. Untuk ilmu falak, KH. Turaihan tidak menuangkan buah
pikirannya dalam bentuk buku. Namun di bawah bimbingannya telah lahir ilmuan
ahli falak yang sangat mempuni, seperti Kiyai Abu Saiful Mujab Nur Ahmad Ibn
Shadiq Ibn Siryani, Ahmad Rafiq Chadziq, Sirril Wafa (salah seorang putranya).
Pada tahun
1985, KH. Turaihan mendorong salah satu muridnya yaitu Kiyai Abu Saiful Mujab
Nur Ahmad Ibn Shadiq Ibn Siryani untuk mengkondisikasikan semua ilmu falak yang
telah beliau ajarkan kepadanya dalam bentuk sebuah karya yang sesuai dengan
perkembangan zaman modern. Akhirnya pada tahun 1986 lewat tangan murid-muridnya
terbitlah buku-buku diktat pengajaran ilmu falak. Buku-buku yang diktat itu
diperiksa langsung oleh KH. Turaihan setelah sebelumnya diperiksa dan di tashih
oleh ustadz Ahmad Rofiq yang juga murid KH. Turaihan. Melihat terbitnya
buku-buku itu, KH. Turaihan merasa lega karena beliau tidak perlu lagi menulis karya
dalam ilmu falak sebab tulisan muridnya yang merangkum semua yang telah
diajarkan sudah dirasa cukup.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari penjelasan di atas penulis dapat mengambil beberapa
kesimpulan sebagai berikut :
1.
Jaringan
Ulama-ulama Intelektual Pesantren di Era Keemasan.
Yaitu sebagai lembaga
pendidikan berbasis agama, pesantren sebagai pusat pengembangan nilai-nilai
akhlak dan penyiaran agama.
Namun dalam
pengembangannya lembaga ini semakin memperlebar wilayah garapannya yang tidak
melulu mengakselerasikan mobilitas vertikal tetapi juga mobilitas horisontal
2.
Jenis-jenis
Pondok Pesantren
a. Pesantren salafi
b. Pesantren modern
3.
Era
Keemasan
Terjadinya era keemasan
dikarenakan tiga faktor :
a. Kolonialisme
b. Orientasi keilmuan pendidikan
pesantren
c. Gerakan pembaruan
4.
Ulama-ulama
Intelektual Pesantren di Era Keemasan
a. KH. Ahmad Minan Zuhri
b. KH. Turaihan
3.2 Saran-saran
Kepada para orang tua diharapkan agar mendaftarkan
anak-anaknya ke Pondok Pesantren. Di dalam pesantren anak-anak akan dibina dan
dididik akhlakul qarimah dan kedisiplinan. Sebelum anak-anak Ibu salah bergaul
di dalam lingkungan masyarakat. Dan kalau bukan anak-anak Bapak Ibu sebagai
generasi muda sekarang yang belajar di Pesantren, maka siapa yang akan
menggantikan ulama-ulama intelektual Indonesia kedepan. Karena tahun-ketahun
ulama-ulama tidak semakin banyak melainkan berkurang sedikit demi sedikit.
DAFTAR PUSTAKA
-
Ahmad
Minan Zuhri. Al Ta’bir Fi’ilm Al Tafsir (Kudus : Yayasan Asnawiyyah
1982).
-
Kitab Pelajaran Ilmu Fiqih (Kudus Yayasan Asnawiyyah).
-
Abu
Saif Al Mujab Siryani, Nur Al-Anwar (Kudus : Madrasah TBS 1986).
-
Abu,
Syawarik Al-Anwar (Kudus : Madrasah TBS, 1986).
-
KH.
Turaihan, Jadwal Fara’id (Kudus : Menara Kudus).
No comments:
Post a Comment